Skripsi Dihapus, Kampus Harus Mencari Bentuk Lain Tugas Akhir Agar Lulusan Tetap Berkualitas

Menteri pendidikan kebudayaan riset dan teknologi (Kemendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim membuat aturan baru mengenai mahasiswa, yakni penghapusan skripsi, sehingga mahasiswa bisa mengambil bentuk lain untuk menyempurnakan tugas akhirnya sebagai tanda kelulusan. 


Hal tersebut ditanggapi beragam, di Ponorogo misalnya pengamat pendidikan dari universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO) Sulton, juga berpendapat mengenai kebijakan baru tersebut. 

Menurut sulton, penghapusan skripsi memberi sisi negatif dan positif,  sisi positifnya yakni tidak ada plagiarisme oleh mahasiswa saat pembuat skripsi,karena skripsi dianggap sulit sehingga disinyalir ada juga mahasiswa yang melakukan plagiarisme, juga meminimalisir mahasiswa drop out dari kampus.

“Kita mungkin bisa mencegah, mencegah apa ya, berbagai bentuk plagiarisme ya, plagiarisme yang mungkin menjebak, lingkaran setan penyedia jasa mungkin juga oknum-oknum tertentu, begitu ya” ungkanya kepada gema surya Sabtu (02/09).

Sementara itu sisi negatif nya yakni disinyalir mengurangi sisi kritis dan analisis mahasiswa  itu sendiri, sehingga dampaknya akan mengurangi sisi kualitas mahasiswa itu sendiri. 

“Karena bagaimanapun institusi pendidikan, itukan memiliki tanggung jawab, untuk memberikan kesempatan untuk memberikan kesempatan atau membentuk proses berpikir para siswa mahasiswa termasuk mereka-mereka yang menempuh pendidikan S2 maupun S3” imbuhnya. 

Sulton Menambahkan pihak kampus harus punya cara atau solusi meskipun skripsi di hapus tapi kualitas mahasiswa tetap terjaga dan tetap bermutu, misalnya memberikan tugas akhir dalam bentuk selain skripsi.