Jelajah

Sempat Terpukul Pandemi Covid19, Peternak Puyuh Belum Move On

Setelah mengalami masa-masa sulit selama dihantam pandemi Covid-19, usaha ternak burung puyuh banyak yang mati. Hal ini yang membuat puluhan peternak mengaku sulit bangkit lagi dan memilih usaha lain yang dinilai menjanjikan. Seperti seorang wanita dari Desa Kunti Kecamatan Bungkal, Rini, yang memilih menjadi pengrajin tas dan anyaman.

“Pensiun jadi peternak peyuh sudah 3 tahun, saat awal pandemi,” ungkapnya

Dikatakan, saat itu sangat sulit menjual telur puyuh karena kebijakan lockdown di berbagai tempat. Ditambah lagi serangan penyakit aratan yang bisa mematikan ribuan ekor burung puyuh dalam semalam saja.

“Biaya pemeliharaan mahal, tapi harga telur puyuh sangat murah. Tidak nyucuk,” katanya

Dia menambahkan, untuk harga pakan mencapai Rp 360 rib per sak, sementara harga telur puyuh hanya Rp 13 ribu per kilogram. Kondisi itulah yang membuat Dia dan para peternak puyuh lain terpaksa gulung tikar.

Dikatakan, saat ini harga sebenarnya sudah mencapai Rp 30 ribu per kilogram dan bisa terbilang menguntungkan bagi kalangan peternak burung puyuh. Namun, nyatanya peternak sudah trauma untuk kembali memulai beternak.

“Sekitar 30 peternak sudah bangkrut dan belum move on,” terangnya