
Kenaikan harga kedelai impor membuat para produsen tempe di Ponorogo kelimpungan. Selain harus menyiasati ukuran tempe agar tidak merugi, permintaan pasar juga menurun drastis.
Suwandi (45), seorang produsen tempe asal Desa Wotan, Kecamatan Pulung, mengatakan bahwa kenaikan harga kedelai berlangsung secara bertahap sejak awal Ramadan.
“Awal Ramadan kemarin harganya masih Rp9.200 per kilogram. Sekarang sudah naik jadi Rp10.500. Kami jadi serba salah,” ujarnya saat ditemui di rumah produksinya, Sabtu (3/5).
Suwandi mengaku tidak berani menaikkan harga tempe karena khawatir ditinggal pembeli. Untuk menghindari kerugian, ia memilih mengurangi ukuran tempe yang dijual ke pasar.
Hal serupa juga dialami Sugiyanti, produsen tempe lainnya di wilayah yang sama. Menurutnya, kenaikan harga kedelai kali ini semakin menambah beban produsen kecil, apalagi permintaan pasar tengah lesu.
“Dulu saya bisa beli sampai satu ton kedelai. Sekarang paling banter 700 kilogram. Itu pun harus putar otak supaya tetap produksi,” kata Sugiyanti.
Ia pun terpaksa mengecilkan ukuran tempe agar tidak merugi terlalu banyak. “Kalau tidak begitu, bisa-bisa kita berhenti produksi,” tambahnya.
Para produsen berharap ada perhatian dari pemerintah agar harga bahan baku bisa lebih stabil, sehingga usaha kecil seperti mereka bisa terus berjalan.