
Masih sulit untuk menerapkan pertanian ramah lingkungan karena banyak petani yang lebih memilih instan. (ANTARAFOTO/Basri Marzuki)
Belum semua petani di Ponorogo mau menerapkan pertanian ramah lingkungan.
Tri Budi Widodo, Kabid Tanaman Pangan dan Perikanan, Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertahankan) Pemkab, mengatakan banyak faktor yang menyebabkan petani enggan, di antaranya mereka lebih suka instan, di mana jika menggunakan pupuk kimia lebih cepat hasilnya.
“Sementara jika menggunakan organik, maka akan repot membuatnya, hasilnya juga harus menunggu berangsur-angsur baru bisa dirasakan,” jelasnya.
Begitu juga untuk pestisida, jika menggunakan agen hayati tidak bisa serta-merta mengatasi hama dan penyakit pada tanaman.
Selain itu, dari sisi pemasaran, hasil pertanian organik kurang diminati konsumen karena harganya dinilai mahal.
“Selama ini, bagi petani organik, memiliki pasar khusus, namun jumlahnya tidak banyak,” ungkapnya.
Kendati demikian, menjadi tantangan tersendiri bagi OPD-nya untuk selalu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para petani menerapkan pertanian ramah lingkungan.
Pantauannya, meski belum seratus persen organik, sudah banyak yang menerapkan perbandingan 20 persen organik, sisanya masih (rl/ab)