Petani Porang di Ngrayun Pilih Kembali Tanami Lahannya dengan Padi dan Jagung
Porang, tanaman yang sebelumnya menjadi primadona di kalangan petani wilayah Ngrayun, kini mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga yang signifikan, membuat para petani beralih kembali ke tanaman seperti padi dan jagung yang diharapkan memberikan hasil lebih menguntungkan.
Dodik, seorang petani di Desa Baosan Lor Ngrayun, mengungkapkan bahwa porang kini hanya dianggap sebagai tanaman selingan. Hal ini dikarenakan harga porang tidak pernah stabil. Pada masa kejayaannya, harganya bisa mencapai di atas Rp 10.000 per kilogram, dan hampir semua lahan di wilayah Ngrayun ditanami dengan tanaman ini.
Dikatakan, awal lebaran harga porang sempat membaik menjadi sekitar Rp 6000 rupiah per kilogram, namun dalam dua pekan terakhir, harganya kembali anjlok tinggal Rp4000 rupiah saja. Bahkan, banyak petani kesulitan menjual hasil panen karena pabrik-pabrik porang sudah kelebihan stok dan menolak untuk menerima.
Akibatnya, hasil panen porang banyak yang menumpuk di rumah-rumah petani. Bagi yang memiliki lahan sendiri, kerugian tidak terlalu besar, namun bagi penyewa lahan, hal ini bisa menjadi pukulan berat.
Dodik mengakui bahwa dia termasuk yang merugi akibat menanam porang. “Saat harga tinggi, saya menanami semua lahan saya dengan porang, namun saat panen, harganya hanya sekitar Rp 3500 saja,” katanya.