Harga Kopi Melangit Diharapkan Jadi Penyemangat Bagi Petani di Lingkar Wilis Ngebel Dalam Budi Daya Tanaman Kopi
Melangitnya harga kopi tahun ini diharapkan menjadi penyemangat tersendiri bagi petani kopi di lingkar Wilis. Endah Widuri, Kabid perkebunan dinas pertanian tanaman pangan dan perikanan-Dipertahankan, mengatakan setidaknya dalam berbudi daya tanaman kopi menjadi lebih telaten.
“Peningkatan harga ini diharapkan dapat mendorong petani untuk lebih telaten dalam berbudi daya tanaman kopi. Selama ini, beberapa petani sering meninggalkan tanamannya begitu saja, padahal tanaman kopi membutuhkan perawatan yang telaten, seperti memangkas secara teratur agar hasilnya bagus,” ujar Endah Widuri.
Ia juga menjelaskan bahwa sejak ditanam hingga bisa dipanen, tanaman kopi membutuhkan waktu dua tahun. “Rentang waktu yang cukup lama ini sering kali membuat petani beralih ke tanaman lainnya. Berbeda dengan tanaman padi yang membutuhkan pemeliharaan setiap saat, namun hasilnya segera bisa dinikmati,” tambahnya.
Saat ini, sebelum panen raya saja, harga kopi green bean robusta sudah mencapai Rp 75 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogram. “Padahal tahun lalu, harganya hanya sekitar Rp 45 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram, sehingga terjadi kenaikan yang luar biasa,” jelas Endah.
Kenaikan harga ini mengikuti harga kopi di Brasil yang juga mengalami peningkatan signifikan. “Harga kopi diprediksi akan turun pada bulan Agustus-September nanti seiring dengan panen raya, namun diharapkan penurunannya tidak terlalu banyak agar petani kopi di Lingkar Wilis tetap bisa menikmati hasilnya,” katanya.
Di Kabupaten Ponorogo sendiri, sentra tanaman kopi ada di Lingkar Wilis seperti Ngebel, Pudak, dan Pulung dengan jenis kopi yang paling banyak adalah Robusta. “Adapun jenis Arabica terdapat di Desa Talun dan Pupus,” tutup Endah.