Kematian Karena PMK Tinggi, Peternak Sapi Desa Krisik Pudak Mulai Kesulitan Cari Lahan untuk Kubur Bangkai
Sudah sedih menanggung kerugian ratusan juta rupiah karena sapinya mati terkena penyakit mulut dan kuku (PMK), kalangan peternak sapi di Desa Krisik Pudak mengaku sulit mencari lahan untuk mengubur sapi yang mati. Bagaimana tidak, jika setiap hari ada sapi yang mati bahkan dalam waktu dua hari kemarin ada 11 ekor.
Erwan Santoso, Kepala Desa Krisik mengatakan jumlah sapi yang mati mencapai 35 ekor. Untuk mengubur bangkainya juga tidak bisa dilakukan seorang diri harus meminta warga lainnya untuk membantu karena ukuran sapi besar. Membuat lubangpun juga tidak asal-asalan agar penyakit tidak menyebar.
Idealnya kuburan sapi tersebut letaknya jauh dari kandang. Tapi banyak peternak yang memiliki lahan kosong di sekitar kandang sehingga tak bisa berbuat banyak. Semestinya pemerintah daerah juga memikirkan solusi untuk pemakaman massal bangkai hewan yang kena PMK.
Dijelaskan serangan PMK diwilayahnya meluas dan jumlahnya semakin bertambah. Dari total 1.500 ekor populasi sapi perah di Desa Krisik, 800 ekor diantaranya sudah terinfeksi. Sapi yang kena PMK sudah tidak lagi menghasilkan susu karena sulit makan dan minum.
Untuk menghindari kerugian yang besar, ada sekitar 50 ekor sapi yang dipotong paksa di rumah pemotongan hewan (RPH) atas rekomendasi mantri kesehatan. Dagingnya masih bisa dikonsumsi dan dijual karena aman.
Adapun harga sapi di wilayahnya juga anjlok, hanya dihargai sekitar Rp4 juta hingga Rp5 juta saja. Padahal sebelumnya mencapai Rp25 juta per ekor. Petani hanya bisa pasrah dengan kondisi saat ini, padahal biaya perawatan tinggi sementara masih harus memikirkan biaya kebutuhan sehari-hari dan membiayai anak sekolah. (rl)