
Gagalnya pelaksanaan proyek perbaikan jalan di ratusan titik gara-gara pinjaman dari bank tidak bisa cair, mendapat sorotan dari pengamat ekonomi Ponorogo, Sayid Abas. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO) ini mempertanyakan bagaimana awal kajian dari Pemkab sampai akhirnya pinjaman tidak bisa dicairkan. Hal itu mengindikasikan tidak ada perencanaan yang jelas dan tidak adanya komunikasi publik yang intensif.
Dalam teori konsep ekonomi pembangunan, sebuah proyek atau pemenuhan kebutuhan tidak boleh seratus persen mengandalkan hutang. Menurutnya, hutang posisinya hanya sebagai pelengkap saja, bukan penentu. Jika pinjaman dijadikan penentu sangat berbahaya, sehingga jika akhirnya tidak bisa dicairkan maka yang terjadi adalah kegagalan proyek atau pekerjaan.
Semestinya, Pemkab harus sudah memiliki modal sendiri sekitar 70 persen, sedangkan sisanya 30 persen baru dari pihak ketiga atau pinjaman. Karenanya, kegagalan pelaksanaan kegiatan proyek perbaikan jalan diminta menjadi evaluasi tersendiri bagi eksekutif maupun legislatif.
Ada baiknya, apa pun yang menjadi program daerah disosialisasikan terlebih dahulu ke masyarakat jika untuk kepentingan publik. Setelah mendapatkan masukan atau aspirasi, ditelaah lewat kajian melibatkan ahlinya. Pihaknya melihat banyak proyek yang datang tiba-tiba dengan kepentingan transaksional.
Selain itu, harusnya banyak terobosan yang bisa dilakukan, tidak hanya mengandalkan pinjaman. Jika bicara kerugian akibat tidak terealisasinya proyek jalan, secara ekonomi bukan hanya berdampak pada masyarakat, namun juga kontraktor pelaksana proyek yang sudah mempersiapkan diri sebagai pemenang lelang.



