
Suyitno, terlihat duduk di dipan yang pernah dibuat Jenderal Sudirman untuk istirahat. Ia sangat ingat betul cerita itu. (Gema Surya/Yudi)
Nampak dari luar, patung Jenderal Sudirman setinggi lebih dari 2 meter berdiri tegak sambil hormat. Patung tersebut berdiri di halaman rumah Mbah Ginut di Desa Ngindeng, Sawoo.
Patung Jenderal Sudirman sebagai pertanda bahwa Sang Jenderal Besar pernah singgah di rumah tersebut saat perang gerilya tahun 1948.
Seperti yang diceritakan Suyitno (83), putra pasangan Mbah Ginut dan Tukinem, saat itu menjelang azan magrib belum sepenuhnya redup ketika regol (gerbang) kayu rumah Mbah Ginut di Desa Ngindeng, Sawoo digedor berulang kali.
Pintu kayu jati yang cukup berat sengaja digeser sedikit oleh Mbah Tukinem—istri Mbah Ginut—untuk mengintip siapa yang bertamu ke rumahnya menjelang malam itu. Menurutnya, saat itu dirinya masih berusia 6 tahun.
Masih kata Suyitno, dengan sedikit rasa takut muncul kekhawatiran penjajah Belanda tengah memburu para pribumi. Percakapan di gerbang rumah itu menarik perhatian Mbah Ginut yang hendak menyantap makan malamnya.
Dengan langkah pelan ia berjalan menuju istrinya yang tengah berbincang dengan seorang pria tua bernama Pak Putih. Saat itu Pak Putih meminta izin kepada keluarga Mbah Ginut untuk beristirahat bersama rombongannya setelah menempuh perjalanan jauh melintasi Gunung Tukul, Ponorogo.
“Pintu regol kemudian dibuka, mempersilakan 20 tamu itu masuk. Terus kaget sekali ternyata setelah berada di dalam rumah, dan baru menyadari bahwa sosok yang selama ini ditandu itu ya Jenderal Sudirman itu,” Suyitno bercerita dengan sangat yakin,menunjukkan bahwa ingatannya masih sangat terjaga.
Lanjut Suyitno, makan malam langsung disediakan keluarga kecil itu, sementara Jenderal Sudirman dipersilakan beristirahat.
Kedatangan Jenderal Sudirman saat itu membekas bagi keluarga Mbah Ginut. Sejumlah peralatan makan, seperti gelas, mangkuk, dan piring porselen masih disimpan rapi di lemari kaca, termasuk kendi yang digunakan Pahlawan Nasional itu untuk wudu.
Saat ini dipan dan ranonya juga masih disimpan, tetapi rumahnya sudah dibongkar. Bekas tidurnya Mbah Dirman sekarang diganti patung sebagai tanda.
Jenderal Sudirman di rumah Suyitno bukan tanpa alasan. Meski tengah dalam kondisi sakit TBC, saat itu Jenderal Sudirman memimpin langsung perang gerilya melawan penjajah.
Taktik ini melibatkan serangan mendadak, penyergapan, dan penghindaran pertempuran terbuka dengan cara bergerilya berpindah-pindah tempat, memanfaatkan medan seperti gunung, hutan, dan sungai.
Setelah dari Ngindeng, Sawoo, satu malam Jenderal Sudirman kemudian meneruskan perjalanan ke Trenggalek. (yd/ab)



