
Ponorogo punya potensi besar tentang kopi, karena budaya masyarakatnya yang lekat dengan kopi. Namun cara yang tergesa dinilai membuat kualitas kopinya kurang baik. (Foto/Lukito)
Kopi Ponorogo ternyata masih sulit masuk ke kafe-kafe ataupun warung berkelas karena kualitasnya kurang bagus.
Hal itu disampaikan Lukito Hari, Pengawas Mutu Hasil Perkebunan Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertahankan), lantaran banyak petani melakukan petik buah kopi yang warnanya masih hijau di awal panen.
Buah kopi yang dipetik saat masih hijau cenderung masih muda, memiliki biji yang pucat keputihan dan keriput,
“Ini tentu akan menghasilkan aroma dan rasa yang lemah saat diseduh,” kata Lukito.
Sebaliknya, buah kopi yang dipetik saat sudah berwarna merah akan menghasilkan biji kopi dengan kualitas yang lebih baik, aroma yang lebih kuat, dan rasa yang lebih kaya.
Adapun alasan petani memanen buah kopi yang masih hijau adalah karena ingin cepat mendapatkan uang.
“Padahal sebenarnya jika mau nunggu, ya keuntungan yang didapat akan lebih banyak lagi,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut Lukito, jika petani memaksa petik hijau juga akan mempengaruhi produktivitas di tahun berikutnya.
Dijelaskan, Agustus merupakan panen raya kopi, di mana produksinya meningkat 20 persen dibanding sebelumnya karena faktor cuaca.
Sayangnya, produktivitas yang naik saat ini tidak diimbangi dengan kualitas karena petani yang masih suka memanen saat biji kopi masih hijau dan terbatasnya lantai jemur.
Kendati begitu, pihaknya terus melakukan edukasi bagi petani kopi untuk sesegera mungkin melakukan petik merah. (rl/ab)