
Kemarau namun masih ada hujan berdampak pada hasil pertanian khususnya tanaman padi yang ada di Ponorogo. Bagi petani yang masa panennya akhir diprediksi banyak yang mengalami kerugian.
Seperti disampaikan Suwarni, Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Ponorogo.
“Banyak tanaman padi yang ambruk karena hujan disertai angin kencang yang terjadi sepanjang bulan Mei,” ujar Suwarni, Kamis (22/5).
Akibatnya, banyak petani terpaksa menjual padinya secara ditebas atau diborong dengan harga di bawah standar. Ia menjelaskan, jika biasanya satu kotak sawah yang menghasilkan satu ton gabah bisa dijual hingga Rp9 juta, kini hanya dihargai sekitar Rp6 juta hingga Rp7 juta sesuai kesepakatan antara petani dan pedagang.
“Selain itu, untuk yang tetap panen menggunakan mesin combi, biayanya jadi lebih mahal karena posisi padi yang roboh membuat proses panen lebih sulit,” imbuhnya.
Kondisi ini banyak ditemukan di wilayah Babadan dan Sukorejo, di mana padi baru memasuki masa panen pada akhir musim tanam.
“Normalnya, musim kemarau sudah masuk sejak April lalu. Tapi hingga pertengahan Mei ini, hujan masih sering turun dan intensitasnya juga cukup tinggi,” jelas Suwarni.