
Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Ponorogo angkat bicara terkait viralnya video dugaan pelecehan terhadap seorang penari jathil dalam pertunjukan reog obyok di Balai Desa Tugurejo, Kecamatan Sawoo.
Kejadian itu memicu keprihatinan banyak pihak karena dinilai mencoreng kesucian dan nilai luhur kesenian Reog Ponorogo.
Kepala Disbudparpora Ponorogo, Yudha Slamet Sarwo Edi, menyesalkan insiden tersebut. Ia menegaskan bahwa pertunjukan reog bukan sekadar hiburan, melainkan sarat nilai budaya dan tuntunan moral.
“Kalau kita lihat dari rekaman video yang beredar, itu pertunjukan reog obyok di Desa Tugurejo. Kami sangat menyayangkan kejadian tersebut karena dapat mencoreng nama baik kesenian Reog Ponorogo yang adiluhung. Reog bukan hanya tontonan, tapi juga tuntunan,” ujar Yudha, Selasa (13/5).
Yudha menambahkan, Reog Ponorogo telah diakui secara resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO, sehingga pelestarian nilai-nilai tradisinya menjadi tanggung jawab bersama, baik seniman maupun masyarakat.
“Para pekerja seni, baik seniman maupun seniwati, kami harap tetap menjaga etika dan estetika dalam setiap penampilannya. Sementara itu, masyarakat yang menonton juga harus menghormati dan menghargai para pelaku seni. Nikmatilah pertunjukan dengan baik tanpa membuat keonaran,” katanya.
Terkait aksi penonton yang diduga dalam kondisi mabuk saat melakukan tindakan tak senonoh itu, Yudha mengatakan, “Kami yakin, penonton yang tangannya jahil dalam video tersebut dalam kondisi tidak sadar. Tapi itu tidak bisa dijadikan pembenaran.”
Lebih lanjut, Disbudparpora berencana menggelar kajian bersama para sesepuh dan seniman reog untuk menjaga nilai-nilai seni dan budaya yang melekat pada Reog Ponorogo, khususnya dalam aspek edrek—bagian pertunjukan yang mengedepankan gerakan dinamis dan ekspresif.
“Kami akan merumuskan bersama para sesepuh dan pelaku seni, agar pertunjukan reog, khususnya reog obyok, tetap menjunjung tinggi nilai seni, etika, dan estetika. Edrek itu bagian dari kreativitas, tapi jangan sampai melampaui batas nilai tradisi itu sendiri,” tegas Yudha.
Ia berharap kejadian seperti ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih bijak dalam menyelenggarakan dan menikmati seni pertunjukan tradisional. “Jangan sampai seni kita rusak karena ulah segelintir orang yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.