Kenaikan harga cabai rawit sejak beberapa pekan terakhir membuat pelaku usaha sambal pecel dan warung makan di Ponorogo kewalahan. Harga cabai yang kini tembus Rp 85 ribu per kilogram menjadi pukulan berat, terutama bagi usaha kecil yang menjadikan cabai sebagai bahan baku utama.
Ismo Ghozali, produsen sambal pecel asal Desa Madusari, Kecamatan Siman, mengaku harus memutar otak agar usahanya tetap berjalan meski keuntungan yang didapat semakin tipis. Salah satu langkah yang ia lakukan adalah menjemur cabai rawit, cabai merah besar, dan cabai keriting sebelum diolah menjadi sambal.
“Proses penjemuran membuat cabai lebih awet, jadi saya tidak perlu membeli bahan baku dalam jumlah besar setiap hari,” ungkap Ismo.
Meskipun cara tersebut sedikit memengaruhi warna sambal pecelnya, Ismo memastikan rasa dan tingkat kepedasan tetap terjaga. Ia masih menjual sambal pecelnya dengan harga Rp 40 ribu per kilogram. Namun, ia berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk menstabilkan harga cabai.
“Kenaikan harga bahan baku seperti ini sangat berdampak pada usaha kecil seperti kami, terutama jika berlangsung lama. Kami berharap ada solusi,” tambahnya.
Hal serupa dirasakan Kawit, pemilik warung makan di Jalan Urip Sumoharjo, Kelurahan Mangkujayan, Kecamatan Kota. Kenaikan harga cabai membuatnya harus mengurangi pembelian cabai untuk kebutuhan masakan di warungnya.
“Biasanya saya beli satu kilogram cabai setiap hari, tapi sekarang cuma mampu beli seperempat kilogram,” keluh Kawit.
Sebagai informasi, lonjakan harga cabai dipicu oleh berbagai faktor, seperti cuaca ekstrem dan gangguan distribusi yang menyebabkan penurunan pasokan. Beberapa pasar tradisional di Ponorogo juga melaporkan stok cabai yang semakin menipis, sehingga harga terus merangkak naik.