Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) masih menjadi ancaman bagi para peternak sapi di Ponorogo. Meski berbagai upaya, termasuk vaksinasi, telah dilakukan, virus yang menyerang hewan ternak ini belum sepenuhnya menghilang dari wilayah Bumi Reog.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dipertahankan), hingga Desember 2024 tercatat ada 157 ekor sapi yang terjangkit PMK. Dari jumlah tersebut, satu ekor sapi dilaporkan mati dan dua ekor lainnya harus dipotong paksa.
Siti Barokah, Kepala Bidang Peternakan, Kesehatan Hewan, dan Perikanan (PKHP), menjelaskan bahwa kasus PMK telah menyebar ke 15 kecamatan dan 41 desa di Ponorogo.
“Faktor cuaca turut memengaruhi penyebaran virus. Virus ini mati di suhu panas, tetapi ketika musim hujan, apalagi saat banjir, penyebarannya menjadi sangat cepat,” ujarnya.
Meski vaksinasi rutin terus dilakukan, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya vaksinasi masih bervariasi.
“Wilayah seperti Pudak, yang masyarakatnya memelihara sapi perah, lebih sadar akan pentingnya vaksinasi. Namun, sebagian besar sapi yang terkena virus PMK memang belum divaksinasi, sehingga lebih rentan terinfeksi,” lanjutnya.
Saat ini, pihak Dinas Peternakan hanya bisa menunggu kiriman vaksin dari pemerintah pusat, karena sejak awal 2025 stok vaksin sudah habis.
“Jika ingin vaksinasi mandiri, peternak harus mengeluarkan biaya sendiri,” tambahnya.
Siti Barokah juga menyebutkan bahwa setiap laporan kasus PMK yang masuk akan langsung ditangani oleh dokter dan tenaga medis di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan).
Sekadar informasi, delapan ekor sapi milik dua warga Desa Jimbe dan Plalangan, Kecamatan Jenangan, mati mendadak dengan gejala khas PMK. Gejala tersebut meliputi keluarnya lendir dari hidung dan mulut, hilangnya nafsu makan, serta luka di bagian kuku.
Para peternak di Ponorogo diimbau untuk lebih waspada dan proaktif dalam melaporkan gejala-gejala PMK pada hewan ternak mereka untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.