Mahalnya Harga Cabai Picu Inovasi dalam Bisnis Kuliner: Pedagang Ceker Pedas Menyesuaikan Strategi
Lonjakan harga cabai di pasaran, khususnya cabai rawit yang mencapai Rp 90 ribu per kilogram, tidak hanya menjadi perhatian konsumen, tetapi juga membawa dampak signifikan pada pelaku usaha kuliner. Salah satu contohnya adalah Khoirun Nisa, seorang pedagang ceker pedas di Ponorogo, yang harus berinovasi dalam mengelola bisnisnya.
Sejak mahalnya harga cabai, Khoirun Nisa mengambil langkah strategis dengan mengurangi takaran cabai dalam resep ceker pedasnya. Untuk menjaga keaslian rasa, Nisa menambahkan lada sebagai pengganti sebagian cabai. Meskipun mengurangi takaran cabai, produk ceker pedas buatannya tetap mempertahankan citra khas masakan yang pedas dan gurih.
Menanggapi kenaikan harga cabai, beberapa pedagang kuliner mulai mempertimbangkan beralih ke cabe kering sebagai alternatif. Namun, Khoirun Nisa berpendapat, beralih ke cabe kering dapat menurunkan rasa dan kualitas masakan, sehingga ia lebih memilih untuk tetap menggunakan cabai segar.
Selain mengurangi takaran cabai, Nisa juga melakukan penyesuaian dalam pembelian bahan ceker. Jika sebelumnya ia membeli ceker berukuran besar, kini ia memilih untuk membeli bahan ceker dengan ukuran sedang. Meskipun harga cabai yang tinggi, strategi ini ternyata membuat usaha Nisa tetap menguntungkan.
Nisa mengungkapkan, meskipun harga cabai melonjak, penjualan ceker pedasnya tetap stabil. Omzet penjualannya mencapai kisaran Rp400 ribu hingga Rp800 ribu setiap harinya. Ini menunjukkan bahwa inovasi dan penyesuaian strategi dapat menjadi kunci kesuksesan dalam menghadapi tantangan ekonomi.