
Meski telah enam tahun memiliki alat berupa jammer atau penghilang sinyal maupun frekuensi, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Ponorogo hanya menggunakannya dua kali saja.
Hal itu diungkapkan Kepala Diskominfo Ponorogo, Sapto Jatmiko, bahwa penggunaannya hanya untuk kepentingan tertentu dan alasan keamanan informasi. Karena itu, penggunaannya tidak boleh sembarangan. Bahkan, jika alat tersebut disalahgunakan justru bisa dianggap ilegal dan melanggar hukum.
Seingatnya, jammer hanya digunakan saat ada kunjungan presiden atau wakil presiden, bukan ketika terjadi demonstrasi.
Jammer berfungsi mengganggu sinyal frekuensi radio, seperti ponsel, untuk menciptakan zona aman komunikasi. Alat ini bukan untuk membatasi akses masyarakat, melainkan hanya digunakan pada waktu dan tempat tertentu yang krusial bagi keamanan negara.
Jammer bekerja dengan cara memancarkan gelombang radio yang tersinkronisasi pada frekuensi yang sama dengan perangkat lain, misalnya ponsel, sehingga mengganggu komunikasi antara perangkat tersebut dengan sumber informasinya.
Sapto menambahkan, pihaknya mendapatkan bantuan jammer dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).