
Tingginya curah hujan pada tahun 2025 ini berdampak positif terhadap produktivitas tanaman kopi di Ponorogo. Berdasarkan informasi yang disampaikan Lukito Hari, Pengawas Mutu Hasil Perkebunan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dipertahankan), terjadi kenaikan produksi kopi sebesar 20 persen atau sekitar 69,04 ton dibanding tahun 2024 lalu yang hanya sekitar 55,23 ton.
Karena itu, kata Lukito, pihaknya menyebut tahun ini sebagai “tahun kopi” karena curah hujan tinggi memberikan keuntungan bagi petani. Hanya saja, produksi yang meningkat memunculkan masalah baru, yakni keterbatasan lahan penjemuran. Selain itu, yang juga menjadi persoalan adalah tingginya upah tenaga pemetik kopi.
Padahal, harga kopi saat ini sangat bagus, yakni Rp63.000 per kilogram untuk bean robusta. Namun harga itu tidak serta-merta memberikan keuntungan lebih bagi petani, karena biaya produksi yang dikeluarkan cukup tinggi, mulai dari pemupukan, pemetikan, proses pascapanen hingga penyimpanan.
Dijelaskan, dari tahun ke tahun kebutuhan kopi, baik green beans maupun ground coffee, mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir, seiring berkembangnya budaya ngopi khususnya di Kota Reog.
Untuk itu, harapannya ada sinergisitas antara petani, pemerintah, swasta, serta pegiat kopi dalam membangun budaya ngopi di Ponorogo. Salah satunya melalui peningkatan akses pasar dengan andil pihak swasta maupun pemerintah dalam bentuk branding, festival, pameran, kemitraan, hingga kemudahan perizinan.