
Kalangan pengusaha di Ponorogo mulai menyuarakan keluhan terkait banyaknya hari libur dan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah. Mereka menilai kebijakan tersebut berdampak pada penurunan produktivitas dan efisiensi, terutama di sektor logistik dan manufaktur.
Sayid Abas, anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ponorogo, mengatakan bahwa peningkatan jumlah hari libur memberikan tekanan tersendiri bagi dunia usaha. Meskipun upah karyawan tetap dibayarkan, menurutnya, hari libur yang terlalu banyak justru membawa sejumlah dampak negatif.
“Cuti bersama itu memang menyenangkan bagi sebagian orang, tapi bagi kami pelaku usaha, ini mengurangi waktu kerja efektif. Akibatnya, produktivitas menurun dan target operasional tidak tercapai,” ujar Sayid, Senin (9/6/2025).
Ia menambahkan, dampak lain yang dirasakan pengusaha adalah terganggunya efisiensi kerja dan munculnya biaya tambahan.
“Karyawan tetap harus digaji walaupun libur, dan untuk yang tetap masuk, kami harus membayar upah lembur. Belum lagi biaya operasional lainnya yang ikut meningkat,” jelasnya.
Sayid menyebutkan bahwa Apindo dan sejumlah asosiasi pengusaha telah berulang kali menyampaikan usulan kepada pemerintah pusat untuk mengevaluasi kebijakan cuti bersama. Namun sayangnya, masukan tersebut kerap kali tidak mendapat tanggapan serius.
“Kami berharap pemerintah bisa mempertimbangkan ulang kebijakan cuti bersama. Jumlah hari kerja efektif dalam setahun itu penting bagi kelangsungan bisnis, apalagi untuk sektor produksi dan pengiriman,” tegasnya.
Para pengusaha berharap ada keseimbangan antara kepentingan nasional dalam hal libur bersama dan kebutuhan dunia usaha untuk tetap berjalan efisien dan produktif.