
Prof. Mohammad Nuh, Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat saat berkunjung ke Ponorogo. (Gema Surya/Yudi)
Sekolah Rakyat yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto hadir bukan sekadar sebagai alternatif pendidikan, namun sebagai ikhtiar konkret menjawab kebutuhan anak-anak dari keluarga yang masuk desil 1.
Hal tersebut disampaikan Prof. Mohammad Nuh, Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat saat berkunjung ke Ponorogo, di mana kurikulum yang tengah disusun tak hanya berorientasi pada kecerdasan akademik semata, namun akan mencakup fisik, mentalitas, dan keterampilan hidup.
“Yang menjadi pembeda dari Sekolah Rakyat adalah adanya kurikulum khusus pada malam hari,” kata M. Nuh, Rabu (15/5/25).
Anak-anak akan diajak memahami nilai-nilai kehidupan yang sering kali luput dari pendidikan formal.
Lanjut Menteri Pendidikan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, meskipun menyusun kurikulum sendiri, Sekolah Rakyat tetap mengadopsi Kurikulum Nasional terbaru sebagai acuan.
“Hal ini untuk memastikan tidak ada kesenjangan kompetensi antara lulusan Sekolah Rakyat dan sekolah umum lainnya,” imbuhnya.
Yang paling penting, keterlibatan orang tua juga menjadi pilar utama dalam model pendidikan ini. Anak tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan dari keluarga, khususnya dalam hal ekonomi dan pembentukan nilai.
“Sekolah Rakyat tidak hadir untuk bersaing dengan sekolah lain, melainkan untuk melengkapi,” tegasnya.
Misinya jelas memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan yang layak dan inklusif bagi semua anak.
Sementara progres persiapan terus berjalan. Pembangunan fisik ditargetkan dimulai menjelang tahun ajaran baru pada pertengahan Juli, sedangkan rekrutmen siswa akan dibuka sebulan lebih awal agar proses adaptasi dan seleksi bisa berjalan optimal. (yd/rl/ab)