
Semangat luar biasa ditunjukkan oleh Misringah, seorang nenek berusia 90 tahun asal Desa Gandukepuh, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Tahun ini, ia menjadi salah satu jemaah calon haji tertua di Bumi Reog. Yang menginspirasi, keberangkatannya ke Tanah Suci dibiayai dari hasil jerih payahnya sendiri, bukan dari anak-anaknya.
Mujiati, anak bungsu Misringah, mengaku sangat bersyukur karena ibunya hanya menunggu selama lima tahun sejak mendaftar haji pada 2019. Padahal, rata-rata jemaah harus mengantre hingga belasan tahun untuk bisa berangkat.
“Uang haji bukan dari anak-anaknya. Ibu mengumpulkan dari hasil buruh tani, jualan kecil-kecilan, dan memungut buah asam jawa yang jatuh di pekarangan rumah,” ujar Mujiati.
Menariknya, hasil jerih payah tersebut tidak disimpan di bank, melainkan dibelikan perhiasan seperti peniti, cincin, dan gelang emas. Total perhiasan yang dikumpulkan mencapai sekitar 45 gram. Ketika waktunya tiba, perhiasan itu dijual untuk biaya haji.
Mujiati mengaku baru mengetahui keberadaan simpanan perhiasan itu saat dirinya beranjak dewasa. Ia pun terharu melihat kegigihan sang ibu dalam mewujudkan niat menunaikan rukun Islam kelima.
Meski usia lanjut membuat tubuhnya membungkuk dan langkahnya lambat, semangat Misringah tak pernah padam. Ia kini memiliki 7 anak, 25 cucu, 17 buyut, dan 1 canggah. Keberangkatannya ke Tanah Suci tidak hanya menjadi kebanggaan keluarga, tetapi juga teladan bagi banyak orang.