
Bupati Ponorogo sugiri sancoko datang ke dukuh bungkul Desa wates slahung. (Foto/Istimewa)
Buntut kelakuan seorang warga di Dukuh Bungkul, Desa Wates, Slahung, yang melarang tanahnya dilewati keranda jenazah, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko akhirnya turun tangan. Orang nomor satu di Pemkab itu memerintahkan camat setempat membeli lahan warga untuk dijadikan Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Dukuh Bungkul, Desa Wates, Slahung.
Seperti disampaikan Suyadi, Kepala Desa Wates, Slahung, bupati sudah membayar DP untuk membeli lahan milik Kamsari, warga RT 02 RW 01, Dukuh Bungkul, Desa Wates, yang lokasinya ada di tengah perkampungan. Dengan begitu, Dukuh Bungkul memiliki tempat pemakaman sendiri, yang sebelumnya selalu memakai TPU di Desa Tugurejo, Slahung, setiap ada warga yang meninggal dunia—dan itu terjadi sejak nenek moyang.
Dijelaskan bahwa warganya menolak tanahnya dilewati untuk orang yang membawa jenazah memang benar adanya. Padahal, jalan itu merupakan satu-satunya jalur menuju jembatan yang dibangun swadaya oleh warga untuk mengakses TPU. Akibatnya, ketika ada orang yang meninggal dunia, jenazah harus digotong menggunakan keranda menyeberangi sungai. Kondisi itu terjadi sejak empat tahun terakhir dan pernah dilakukan mediasi oleh pihak desa dengan warga, tapi hasilnya tidak menemui kata mufakat.
Rabu, 23 April 2025, rencananya akan dilakukan mediasi lagi di kantor kecamatan. Tidak diketahui pasti alasan tanahnya tidak boleh dilewati keranda jenazah. Namun, dimungkinkan ada kepercayaan Jawa kuno yang dihubungkan dengan hal-hal mistis.
Sebelumnya, keranda jenazah yang dibawa dengan menyeberangi sungai untuk menuju pemakaman umum Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, viral di media sosial. Keranda itu dibawa menyeberangi sungai karena dilarang melewati jalan menuju ke pemakaman yang berada di samping rumah warga. Larangan tersebut ternyata sudah berjalan puluhan tahun karena pemilik rumah tersebut percaya tanah yang dilewati keranda jenazah menjadi tanah yang sangar.