
Sejumlah petani bawang merah di Ponorogo mengeluhkan sulitnya bersaing dengan produk bawang merah dari luar Pulau Jawa. Selain kualitasnya yang dinilai lebih baik, harga bawang dari luar daerah juga lebih murah.
“Bawang dari Sulawesi dan NTB itu warnanya lebih merah, ukurannya besar, kering, dan tahan lama. Harganya pun bisa lebih murah. Jadi kalau sudah masuk Ponorogo, ya pasti pengaruh ke harga bawang lokal,” ujar Darminto, petani bawang merah asal Desa Karangpatihan, Kecamatan Pulung, Selasa (22/4).
Menurutnya, meski bibit yang digunakan sama-sama berasal dari Nganjuk, hasil panen dari luar pulau justru lebih unggul karena faktor tanah dan kondisi lingkungan.
“Kalau tanah di sana memang cocok. Makanya hasilnya bisa bagus. Kita di sini kadang kalah,” tambahnya.
Darminto menyebutkan, saat ini harga bawang merah di tingkat petani masih bertahan di kisaran Rp25.000 hingga Rp30.000 per kilogram, sementara di pengecer bisa mencapai Rp35.000 hingga Rp45.000 per kilogram.
“Sekarang masih mahal karena brambang dari Sulawesi dan NTB belum masuk. Tapi kalau sudah masuk, biasanya langsung turun harganya,” jelasnya.
Sebagai antisipasi agar harga tetap stabil, para petani punya strategi tersendiri.
“Kita harus pintar lihat musim tanam di luar pulau. Jangan sampai panennya bareng. Kalau bareng, produksi melimpah, harganya pasti jatuh,” pungkas Darminto.